Faktor Penyebab Mempengaruhi Sistem Pendidikan - Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat esensial dalam proses pemanusiaan dalam masyarakat yang berbudaya. Dalam era globalisasi dewasa ini terjadi perubahan yang dahsyat dalam kehidupan masyarakat. Kita tidak dapat menghindarkan diri dari tsunami globalisasi yang telah memasuki setiap jengkal kehidupan manusia modern.
Di dalam era globalisasi ini terjadi loncatan-loncatan atau transformasi nilai-nilai kehidupan dan oleh sebab itu juga terjadi perubahan dalam proses pemanusiaan atau pendidikan. Pendidikan tidak terlepas dari perubahan tersebut. Kehidupan politik, sosial-ekonomi, mengalami perubahan-perubahan yang besar yang belum pernah dialami dalam sejarah umat manusia. Kita lihat saja hancurnya negara-negara seperti Uni Soviet, Yugoslavia, yang telah melahirkan negara-bangsa yang baru sebagai hasil dari dunia terbuka atau dunia tanpa batas (borderless word) yang disertai dengan maraknya demokrasi dan HAM.
Dalam kehidupan ekonomi kita mengalami pasar terbuka yang kini dikuasai oleh multinational corporation (MNC). Abad ke-21 kita nantikan lahirnya kekuatan baru dari dunia ketiga menjadi negara super power, yaitu Cina dan India. Dalam bidang politik umat manusia memasuki pergaulan internasional yang serba terbuka yang telah melahirkan budaya serba “world” seperti bahasa inggris yang menjadi bahasa dunia, pasar yang dikuasai oleh produk-produk industri Barat yang dikendalikan oleh multinational corporation, dunia pendidikan berlomba-lomba menjadi “world class university”. Semua perubahan global tersebut tentunya mempengaruhi pendidikan.[1]
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui peoses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 5 ayat (1) Menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan ayat (3) menengaskan bahwa setiap warga negara berhak memdapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.[2]Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib memberikan pendidikan yang bermutu, peningkatan pendidikan kepada warga negara.Karena pendidikan merupakan sebuah cermin masa depan bangsa dimasa yang akan datang. Selain itu, pendidikan juga merupakan sebuah pondasi yang vital bagi kepribadian dan kualitas sumber daya manusia.
Dalam kehidupan ekonomi kita mengalami pasar terbuka yang kini dikuasai oleh multinational corporation (MNC). Abad ke-21 kita nantikan lahirnya kekuatan baru dari dunia ketiga menjadi negara super power, yaitu Cina dan India. Dalam bidang politik umat manusia memasuki pergaulan internasional yang serba terbuka yang telah melahirkan budaya serba “world” seperti bahasa inggris yang menjadi bahasa dunia, pasar yang dikuasai oleh produk-produk industri Barat yang dikendalikan oleh multinational corporation, dunia pendidikan berlomba-lomba menjadi “world class university”. Semua perubahan global tersebut tentunya mempengaruhi pendidikan.[1]
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui peoses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 5 ayat (1) Menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan ayat (3) menengaskan bahwa setiap warga negara berhak memdapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.[2]Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib memberikan pendidikan yang bermutu, peningkatan pendidikan kepada warga negara.Karena pendidikan merupakan sebuah cermin masa depan bangsa dimasa yang akan datang. Selain itu, pendidikan juga merupakan sebuah pondasi yang vital bagi kepribadian dan kualitas sumber daya manusia.
Di Indonesia dewasa ini dirasakan kemerosotan rasa nasionalisme oleh kekuatan-kekuatan global dewasa ini. Lunturnya nasionalisme disebabkan karena : 1) Globalisasi yang mengembangkan demokrasi serta hak-hak asasi manusia telah berbentuk menjadi etnosentrisme yang sempit bahkan melahirkan sentimen yang mementingkan golongan. 2) Euforia kebebasan yang memicu disintegrasi bangsa. 3) Orang lebih memilih mengonsumsi produk dan jasa dari luar negeri. 4) Mempercayakan pengelolaan sumber daya ekonomi pada modal asing.[3]
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah peran serta Negara dalam membentuk sistem Pendidikan?
2. Bagaimanakah Implikasi Globalisasi dan Internasionalisasi terhadap sistem pendidikan Pendidikan?
3. Faktor-Faktor apa saja yang Mempengaruhi Sistem Pendidikan?
Pembahasan
A. Pengertian Sistem Pendidikan
Istilah sistem berasal dari bahasa Latin “systema” yang berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatukeseluruhan.[4]Pengertian lain dari sistem adalah keseluruhanyang terdiri dari komponen-komponen (unsur-unsur) yang masing-masing mempu-nyai fungsi sendiri-sendiri dan satu sama lain saling berhubungan dan bergantungan(interdependensi) sehingga membentuk kesatuan yang terpadu.
Dalam pengertian umum sistem pendidikan adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagiannya yang saling bekerjasama untuk mencapai hasil yang diharapakan berdasarkan atas kebutuhan yang telah ditentukan. Setiap sistem pasti mempunyai tujuan, dan semua kegiatan dari semua komponen atau bagian-bagiannya adalah diarahkan untuk tercapainya tujuan terebut. Karena itu, proses pendidikan merupakan sebuah sistem, yang disebut sebagai sistem pendidikan.[5]
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, setiap sistem mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tujuan
2) Fungsi-fungsi
3) Komponen-komponen
4) Interaksi atau salimg berhubungan
5) Penggabungan yang menimbulkan jalinan perpaduan
6) Proses transformasi
7) Umpan balik untuk koreksi
8) Daerah batasan dan lingkungan.[6]
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Suatu usaha pendidikan menyangkut tiga unsur pokok yaitu unsur masukan, unsur proses usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha. Dengan sistilah lain dapat di katakan bahwa sistem pendidikan merupakan perangkat sarana yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan satu sdam lain dalam rangka melaksanakan proses pembudayaan masyarakat yang menumbuhkan nilai-nilai yang sama dengan cita-cita yang di perjuangkan oleh masyarakat itu sendiri.[7]
Istilah sistem berasal dari bahasa Latin “systema” yang berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatukeseluruhan.[4]Pengertian lain dari sistem adalah keseluruhanyang terdiri dari komponen-komponen (unsur-unsur) yang masing-masing mempu-nyai fungsi sendiri-sendiri dan satu sama lain saling berhubungan dan bergantungan(interdependensi) sehingga membentuk kesatuan yang terpadu.
Dalam pengertian umum sistem pendidikan adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagiannya yang saling bekerjasama untuk mencapai hasil yang diharapakan berdasarkan atas kebutuhan yang telah ditentukan. Setiap sistem pasti mempunyai tujuan, dan semua kegiatan dari semua komponen atau bagian-bagiannya adalah diarahkan untuk tercapainya tujuan terebut. Karena itu, proses pendidikan merupakan sebuah sistem, yang disebut sebagai sistem pendidikan.[5]
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, setiap sistem mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tujuan
2) Fungsi-fungsi
3) Komponen-komponen
4) Interaksi atau salimg berhubungan
5) Penggabungan yang menimbulkan jalinan perpaduan
6) Proses transformasi
7) Umpan balik untuk koreksi
8) Daerah batasan dan lingkungan.[6]
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Suatu usaha pendidikan menyangkut tiga unsur pokok yaitu unsur masukan, unsur proses usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha. Dengan sistilah lain dapat di katakan bahwa sistem pendidikan merupakan perangkat sarana yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan satu sdam lain dalam rangka melaksanakan proses pembudayaan masyarakat yang menumbuhkan nilai-nilai yang sama dengan cita-cita yang di perjuangkan oleh masyarakat itu sendiri.[7]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan pula bahwa “pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai unsur-unsur yujuan/sasaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur/jenjang, kurikulum dan peralatan/fasilitas.[8]
Relasi Antara Negara dan Pendidikan (Warga Negara)
Ada tiga aspek penting yang perlu mendapat sorotan dalam sistem pendidikan suatu negara. Pertama adalah negara, yang menempati posisi sebagai regulator dalam kehidupan berbangsa. Kedua adalah warga, yang menempati posisi sebagai pendukung sustainabilitas pembangunan bangsa. Dengan berbagai karakteristik, kapabilitas dan kepentingan (intest) yang dimiliki, warga negara menjadi modal dasar dalam pembangunan bangsa. Ketiga adalah pendidikan itu sendiri sebagai instrumen pembangunan bagi suatu bangsa untuk membangun kehidupan yang lebih baik yang berbudaya dan beradab.
Menurut paulo freire, seorang ahi pendidikan berkebangsaan brazil menyebutkan “Pendidikan pada dasarnya selalu bersinggungan dengan kekuasaan” dalam hal ini kekuasaan bisa dipahami sebagai salah satu aspek kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan persaingan antar kelompok dalam memperebutkan pengaruh baik diluar maupun didalam kawasan pendidikan itu sendiri, serta bisa dimengerti sebagai kekuasaan negara yang wilayah jangkauannya mencakup banyak bidang termasuk kekuasaan negara dalam pendidikan.[9]
Dalam hal ini, keterpautan antara pendidikan dengan kekuasaan negara dapat dilihat sebagaimana keterpautan antara lembaga-lembaga pendidikan dimasyarakat dengan penyelenggaraan negara. Yaitu lembaga-lembaga pndidikan yang dalam wujud konkritnya berupa sekolah, aneka lembaga kursus, taman bermain, pondok pesantren, organsasi kepemudaan dan keluarga. Akan tetap dari semua lembaga pendidikan yang ada, lembaga-lembaga pendidikan formal lah yang paling nyata terlihat banyak bersinggungan dengan kekuasaan negara, yaitu sekolah dan universitas.
Menurut banyak ahli, pendidikan khususnya jenis pendidikan formal dalam sejarah selalu berhubungan dengan kekuasaan negara. Hubungan dan persinggungan tersebut tampaknya berlangsung terus dan akan tetap terus barlangsung, meskipun keduanya mengalami pergeseran masing-masing seiring dengaan perubahan dan tuntutan jaman. Pada satu sisi, penyelenggaraan pendidikan akan mengalami pergeseran dalam beberapa unsur didalamnya, pada sisi yang lain, sistem penyelenggaraan negar juga mengalami perubahan dalam setiap periode waktu.
Perubahan penyelenggaraan pendidikan ini antara lain menyangkut menejemen pendidikan, missalnya dari centralized management menjadi dezenralizen management, dari state based school development menjadi comunitu based scool development, dan lain lain. Sedangkan perubahan sistem penyelenggaraan negara misalnya dari sistem monarki berubah menjadi aristokrasi, meritokrasi,oligarki, atau demokrasi.
Meskipun keduanya mengalami perubahan dalam periode sejarah tertentu sebagaimana disebut, namun keduanya selalu mengalami persinggungan yang bersifat sinergis dan saling menguntungkan maupun bentuk persinggungan yang bersifat eksplitatif.
Persinggungan antara keduanya tersebut menurut Edward Steven dan George H Wood sebernarnya bersumber dari adanya “system of beliefs” yang sama.[10]Dengan “system of beliefs” ini suatu cita-cita yang ideal masyarakat dan pendidikan hendak dibangun. Daam pengertian sederhana “system of beliefs” ini disebut dengan ideologi. Andi Makkulua juga menambahkan bahwa pelaksaan pendidikan selalu ditentukan oleh corak idiologi suatu negara.[11]
Oleh karena kekuasaan negara yang sangat bagitu besar mencakup segenap kehidupan masyarakatnya, maka tidak bisa dipungkiri bahwa negara juga mengatur kehidupan pendidikan. Negara emilik kepentingan terhadapanya, sebaliknya dunia pendidikan (khususnya para praktisi) juga menaruh harapan besar atas perthatian negara terhadapnya. Bila hal ini berjalan normal, maka keterkaitan antara pendidikan dan negara bisa berlangsung sacara simbiosis-mutualisme.
Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengurus dan mengatur segala aspek yang berkaitan dengan pendidikan yang diterapkan, negara wajib mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh warganegara secara mudah. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda:
Ada tiga aspek penting yang perlu mendapat sorotan dalam sistem pendidikan suatu negara. Pertama adalah negara, yang menempati posisi sebagai regulator dalam kehidupan berbangsa. Kedua adalah warga, yang menempati posisi sebagai pendukung sustainabilitas pembangunan bangsa. Dengan berbagai karakteristik, kapabilitas dan kepentingan (intest) yang dimiliki, warga negara menjadi modal dasar dalam pembangunan bangsa. Ketiga adalah pendidikan itu sendiri sebagai instrumen pembangunan bagi suatu bangsa untuk membangun kehidupan yang lebih baik yang berbudaya dan beradab.
Menurut paulo freire, seorang ahi pendidikan berkebangsaan brazil menyebutkan “Pendidikan pada dasarnya selalu bersinggungan dengan kekuasaan” dalam hal ini kekuasaan bisa dipahami sebagai salah satu aspek kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan persaingan antar kelompok dalam memperebutkan pengaruh baik diluar maupun didalam kawasan pendidikan itu sendiri, serta bisa dimengerti sebagai kekuasaan negara yang wilayah jangkauannya mencakup banyak bidang termasuk kekuasaan negara dalam pendidikan.[9]
Dalam hal ini, keterpautan antara pendidikan dengan kekuasaan negara dapat dilihat sebagaimana keterpautan antara lembaga-lembaga pendidikan dimasyarakat dengan penyelenggaraan negara. Yaitu lembaga-lembaga pndidikan yang dalam wujud konkritnya berupa sekolah, aneka lembaga kursus, taman bermain, pondok pesantren, organsasi kepemudaan dan keluarga. Akan tetap dari semua lembaga pendidikan yang ada, lembaga-lembaga pendidikan formal lah yang paling nyata terlihat banyak bersinggungan dengan kekuasaan negara, yaitu sekolah dan universitas.
Menurut banyak ahli, pendidikan khususnya jenis pendidikan formal dalam sejarah selalu berhubungan dengan kekuasaan negara. Hubungan dan persinggungan tersebut tampaknya berlangsung terus dan akan tetap terus barlangsung, meskipun keduanya mengalami pergeseran masing-masing seiring dengaan perubahan dan tuntutan jaman. Pada satu sisi, penyelenggaraan pendidikan akan mengalami pergeseran dalam beberapa unsur didalamnya, pada sisi yang lain, sistem penyelenggaraan negar juga mengalami perubahan dalam setiap periode waktu.
Perubahan penyelenggaraan pendidikan ini antara lain menyangkut menejemen pendidikan, missalnya dari centralized management menjadi dezenralizen management, dari state based school development menjadi comunitu based scool development, dan lain lain. Sedangkan perubahan sistem penyelenggaraan negara misalnya dari sistem monarki berubah menjadi aristokrasi, meritokrasi,oligarki, atau demokrasi.
Meskipun keduanya mengalami perubahan dalam periode sejarah tertentu sebagaimana disebut, namun keduanya selalu mengalami persinggungan yang bersifat sinergis dan saling menguntungkan maupun bentuk persinggungan yang bersifat eksplitatif.
Persinggungan antara keduanya tersebut menurut Edward Steven dan George H Wood sebernarnya bersumber dari adanya “system of beliefs” yang sama.[10]Dengan “system of beliefs” ini suatu cita-cita yang ideal masyarakat dan pendidikan hendak dibangun. Daam pengertian sederhana “system of beliefs” ini disebut dengan ideologi. Andi Makkulua juga menambahkan bahwa pelaksaan pendidikan selalu ditentukan oleh corak idiologi suatu negara.[11]
Oleh karena kekuasaan negara yang sangat bagitu besar mencakup segenap kehidupan masyarakatnya, maka tidak bisa dipungkiri bahwa negara juga mengatur kehidupan pendidikan. Negara emilik kepentingan terhadapanya, sebaliknya dunia pendidikan (khususnya para praktisi) juga menaruh harapan besar atas perthatian negara terhadapnya. Bila hal ini berjalan normal, maka keterkaitan antara pendidikan dan negara bisa berlangsung sacara simbiosis-mutualisme.
Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengurus dan mengatur segala aspek yang berkaitan dengan pendidikan yang diterapkan, negara wajib mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh warganegara secara mudah. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ قَالَ فَجَعَلَ رَجُلًا عَلَى حَوَائِجِ النَّاسِ
“Siapa yang diserahi oleh allah mengatur kepentingan kaum muslimin, yang kemdian ia sembunyi dari hajat kepentingan mereka, maka allah akan menolak hajat kepentingan dan kebutuhannya (pada hari qiyamat). Perawi hadits berkata, Maka kemudian Muawiyah mengangkat seorang untuk melayani segala hajat kebutuhan orang-orang (rakyat)”. (HR. Abu Dawud dan At tirmidzy)
Dalam kehidupan modern sekarang, eksistensi negara telah menjadi fakta yang ada di berbagai belahan bumi dengan berbagai macam bentuk kontrak atau hukum yang mengatur warganya. Setiap orang sejak lahir dan selama hidupnya, telah membagi dan menyerahkan sebagian hak dan hajatnya di bidang pendidikan (dan tidak hanya terbatas pada urusan pendidikan) kepada negara. Dan pada sudut pandang lain, bahwa negara secara an-sich telah menjadi suatu entitas yang bertanggung jawab dan memegang wewenang untuk menyelenggarakan pendidikan kepada warganya dan dalam rangka memenuhi hajad wargaya di bidang pendidikan.
Pada negara maju dan berkembang (termasuk Indonesia), keberadaan institusi di luar negara seperti paguyuban, organisasi, dan kelompok-kelompok yang terikat oleh persamaan kepentingan sosial, ekonomi, dan budaya tumbuh dan berkembang seiring dengan meningkatnya kesejahteraan dan kecerdasan masyarakat.
Kelompok ini mempunyai sumberdaya manusia yang berkualitas. Perannya sangat signifikan dalam membantu negara menyelesaikan masalah pembangunan. Dalam banyak hal kelompok ini menjadi sparing partners pemerintah dalam pembangunan. Dalam ilmu politik kelompok tersebut dikenal dengan istilah masyarakat warga, masyarakat sipil, atau masyarakat madani. Lembaga-lembaga tersebut mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk melaksanakan kegiatan ekonomi, sosial dan pendidikan. Mereka membangun fasilitas dan infrastruktur ekonomi dan budaya dengan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini melahirkan titik singgung antara masyarakat sipil dengan negara, dan antara masyarakat sipil dengan masyarakat sipil lainnya dalam urusan publik.
Hubungan antara pendidikan dan politik negara bukan sekedar saling mempengaruhi, tetapi juga hubungan fungsional. Artinya, lembaga-lembaga pendidikan dan proses pendidikan yang berlangsung di dalamnya, dapat menjadi media sosialisasi politik terutama membimbing warga negara muda belajar mengambil peran dan tanggung jawab warga negara (civic responsibility). Karena darisini kita bisa melihat bahwa hubungan pendidikan dengan kebijakan negara sangatlah penting, pada hakikatnya juga tidak dapat dipisahkan.
Dalam ungkapan Abernethy dan Coombe[12]education and politics are inextricably linked (pendidikan dan politik terikat tanpa bisa dipisahkan). Hubungan timbal balik antara politik danpendidikan dapat terjadi melalui tiga aspek, yaitu pembentukan sikap kelompok (group attitudes), masalah pengangguran (employment), dan peranan politik kaum cendikia (the political role of the intelligentsia).
Dalam masyarakat yang lebih maju dan berorientasi teknologi, dan mengadopsi nilai – nilai dan lembaga barat, pola hubungan antara pendidikan dan politik berubah dari pola tradisionalke pola modern. Dibanyak Negara berkembang, dimana pengaruh modernisasi sangat kuat. Jika politik dipahami sebagai praktik kekuatan, kekuasan, dan otoritas dalam masyarakat dan pembuatan keputusan – keputusan otoritatif tentnag alokasi sumber daya dan nilai – nilai sosial[13], maka jelaslah bahwa pendidikan tidak lain adalah sebuah bisnis politik.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum.
Hubungan antara pendidikan dan politik negara bukan sekedar saling mempengaruhi, tetapi juga hubungan fungsional. Artinya, lembaga-lembaga pendidikan dan proses pendidikan yang berlangsung di dalamnya, dapat menjadi media sosialisasi politik terutama membimbing warga negara muda belajar mengambil peran dan tanggung jawab warga negara (civic responsibility). Karena darisini kita bisa melihat bahwa hubungan pendidikan dengan kebijakan negara sangatlah penting, pada hakikatnya juga tidak dapat dipisahkan.
Dalam ungkapan Abernethy dan Coombe[12]education and politics are inextricably linked (pendidikan dan politik terikat tanpa bisa dipisahkan). Hubungan timbal balik antara politik danpendidikan dapat terjadi melalui tiga aspek, yaitu pembentukan sikap kelompok (group attitudes), masalah pengangguran (employment), dan peranan politik kaum cendikia (the political role of the intelligentsia).
Dalam masyarakat yang lebih maju dan berorientasi teknologi, dan mengadopsi nilai – nilai dan lembaga barat, pola hubungan antara pendidikan dan politik berubah dari pola tradisionalke pola modern. Dibanyak Negara berkembang, dimana pengaruh modernisasi sangat kuat. Jika politik dipahami sebagai praktik kekuatan, kekuasan, dan otoritas dalam masyarakat dan pembuatan keputusan – keputusan otoritatif tentnag alokasi sumber daya dan nilai – nilai sosial[13], maka jelaslah bahwa pendidikan tidak lain adalah sebuah bisnis politik.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum.
Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan, Sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Implikasi Globalisasi dan Internasionalisasi Pendidikan
Globalisasi telah memboncengi seluruh rakyat di belahan bumi mana pun dengan membawa berbagai dampak, baik positif maupun negatif. Sisi positif dari globalisasi itu berada pada kemajuan teknologi informatika dan teknologi komunikasi. Dampak negatifnya adalah jika kita hanya menjadi objek/ pengikut/ peniru suatu arus globalisasi tanpa mampu ‘berbuat dan bereaksi serta beraksi’’. Oleh karena itu, perlu banyak persiapan terutama mental guna menghadapi era tersebut. Dalam era tersebut dibutuhkan kemampuan untuk menjaring dan menyaring segala pengaruh yang masuk dari berbagai kebudayaan yang lain. Salah satu persiapan konkret adalah menyiapkan sumber daya yang mumpuni dengan cara perhatian lebih pada bidang pendidikan.
Dalam kaitannya dengan globalisasi, ada suatu mitos, yaitu “think globally and act”. Orang harus berpikir dan berwawasan secara global, akan tetapi tidak melupakan landasan kita yaitu nasionalisme, agama dan norma serta nilai budaya yang ada, karena itu sebagai identitas bangsa kita. Namun kita juga tidak perlu meninggalkan masalah lokal karena kita hadapi dan kita rasakan secara langsung sehari-hari. Untuk kepentingan global kita harus mulai dari masalah lokal.
Implikasi Globalisasi dan Internasionalisasi Pendidikan
Globalisasi telah memboncengi seluruh rakyat di belahan bumi mana pun dengan membawa berbagai dampak, baik positif maupun negatif. Sisi positif dari globalisasi itu berada pada kemajuan teknologi informatika dan teknologi komunikasi. Dampak negatifnya adalah jika kita hanya menjadi objek/ pengikut/ peniru suatu arus globalisasi tanpa mampu ‘berbuat dan bereaksi serta beraksi’’. Oleh karena itu, perlu banyak persiapan terutama mental guna menghadapi era tersebut. Dalam era tersebut dibutuhkan kemampuan untuk menjaring dan menyaring segala pengaruh yang masuk dari berbagai kebudayaan yang lain. Salah satu persiapan konkret adalah menyiapkan sumber daya yang mumpuni dengan cara perhatian lebih pada bidang pendidikan.
Dalam kaitannya dengan globalisasi, ada suatu mitos, yaitu “think globally and act”. Orang harus berpikir dan berwawasan secara global, akan tetapi tidak melupakan landasan kita yaitu nasionalisme, agama dan norma serta nilai budaya yang ada, karena itu sebagai identitas bangsa kita. Namun kita juga tidak perlu meninggalkan masalah lokal karena kita hadapi dan kita rasakan secara langsung sehari-hari. Untuk kepentingan global kita harus mulai dari masalah lokal.
Inilah yang menurut Steiner (1996) sebagai peran “global teacher” atau guru global, yaitu kita yang berwawasan global namun bertindak dari lokal sehingga mencapai yang lebih lokal.[14] Berikutnya menyangkut pada stakeholder bidang pendidikan, yaitu pemerintah, baik pusat maupun daerah. Pemerintah sebaiknya meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia dengan menerapkan sistem kurikulum bertaraf internasional di setiap sekolah negeri atau swasta. Tujuannya adalah untuk menciptakan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal di masa depan.
Natalia Soebagjo (2012) mengatakan bahwa saat ini sistem pendidikan di Indonesia sudah baik. Pemerintah perlu meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia agar bisa disejajarkan dengan negara maju. Sistem pendidikan tersebut adalah sistem pendidikan international oriented.[15]
Proses globalisasi merupakan suatu rangkaian proses yang mengintegrasikan kehidupan global didalam suatu ruang dan waktu melalui internasionalisasi perdagangan, internasionalisasi pasar dari produksi dan keuangan, internasionalisasi dari komoditas budaya yang ditopang oleh jaringan system telekomunikasi global yang semakin canggih dan cepat. Intinya dari proses globalisasi yaitu terciptanya suatu jaringan kehidupan yang semakin terintegrasi.
Dalam hal ini Pemerintah Indonesia merespons globalisasi secara terbuka melalui Pasal 50 ayat 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang berbunyi: Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu-satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Berdasar azas legalitas ketentuan UU Sisdiknas ini, menjamurlah berbagai SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) di semua kabupaten/kota di Indonesia.
Untuk memenuhi ketentuan UU Sisdiknas itu, maka sejak tahun 2004 semua Pemkab dan Pemkot berlomba-lomba menempel label "internasional" pada sekolah-sekolah negeri "unggulan" yang sudah ada di daerahnya sejak sebelum era reformasi. Menjamurnya sekolah-sekolah negeri yang dipoles menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI) ini memunculkan paradoks antara kuantitas dan kualitas. Kuantitas (jumlah) yang banyak tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas yang memadai.
Oleh sebab itu Ditjen Mandikdasmen Kemdiknas mengeluarkan tiga prasyarat dasar bagi terpenuhinya sekolah berpredikat internasional. Ketiga prasyarat dasar itu mengacu pada PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yaitu karakteristik keluaran (mempunyai pengakuan internasional yang dibuktikan dengan hasil Sertifikasi dan Akreditasi, baik dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan), karakteristik program (menerapkan SKS (sistim kredit semester) dan karakteristik pengelolaan (menjalin hubungan "Sister School" dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri).
Untuk itu pendidikan sangat penting didalam mewujudkan masyarakat masa depan yang berdasarkan ilmu pengetahuan, melalui pendidikan proses transmisi serta pengembangan ilmu pengetahuan akan terjadi.
Pengaruh globalisasi mempunyai implikasi atau bahkan dampak atas berbagai Negara atau bangsa, tampaknya didasarkan pada dua asumsi. Pertama, sekurang-kurangnya sampai taraf tertentu, pelaku atau subjek globalisasi adalah Negara-negara industri maju. Dengan kata lain, globalisasi sampai taraf tertentu merupakan kepanjangan tangan (extension) kepentingan Negara industri maju.
Natalia Soebagjo (2012) mengatakan bahwa saat ini sistem pendidikan di Indonesia sudah baik. Pemerintah perlu meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia agar bisa disejajarkan dengan negara maju. Sistem pendidikan tersebut adalah sistem pendidikan international oriented.[15]
Proses globalisasi merupakan suatu rangkaian proses yang mengintegrasikan kehidupan global didalam suatu ruang dan waktu melalui internasionalisasi perdagangan, internasionalisasi pasar dari produksi dan keuangan, internasionalisasi dari komoditas budaya yang ditopang oleh jaringan system telekomunikasi global yang semakin canggih dan cepat. Intinya dari proses globalisasi yaitu terciptanya suatu jaringan kehidupan yang semakin terintegrasi.
Dalam hal ini Pemerintah Indonesia merespons globalisasi secara terbuka melalui Pasal 50 ayat 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang berbunyi: Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu-satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Berdasar azas legalitas ketentuan UU Sisdiknas ini, menjamurlah berbagai SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) di semua kabupaten/kota di Indonesia.
Untuk memenuhi ketentuan UU Sisdiknas itu, maka sejak tahun 2004 semua Pemkab dan Pemkot berlomba-lomba menempel label "internasional" pada sekolah-sekolah negeri "unggulan" yang sudah ada di daerahnya sejak sebelum era reformasi. Menjamurnya sekolah-sekolah negeri yang dipoles menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI) ini memunculkan paradoks antara kuantitas dan kualitas. Kuantitas (jumlah) yang banyak tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas yang memadai.
Oleh sebab itu Ditjen Mandikdasmen Kemdiknas mengeluarkan tiga prasyarat dasar bagi terpenuhinya sekolah berpredikat internasional. Ketiga prasyarat dasar itu mengacu pada PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yaitu karakteristik keluaran (mempunyai pengakuan internasional yang dibuktikan dengan hasil Sertifikasi dan Akreditasi, baik dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan), karakteristik program (menerapkan SKS (sistim kredit semester) dan karakteristik pengelolaan (menjalin hubungan "Sister School" dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri).
Untuk itu pendidikan sangat penting didalam mewujudkan masyarakat masa depan yang berdasarkan ilmu pengetahuan, melalui pendidikan proses transmisi serta pengembangan ilmu pengetahuan akan terjadi.
Pengaruh globalisasi mempunyai implikasi atau bahkan dampak atas berbagai Negara atau bangsa, tampaknya didasarkan pada dua asumsi. Pertama, sekurang-kurangnya sampai taraf tertentu, pelaku atau subjek globalisasi adalah Negara-negara industri maju. Dengan kata lain, globalisasi sampai taraf tertentu merupakan kepanjangan tangan (extension) kepentingan Negara industri maju.
Kedua, kekhawatiran, kecemasan, atau bahkan ketakutan akan pengaruh atau dampak terutama yang bersifat negative dari globalisasi umumnya dirasakan terutama oleh bangsa-bangsa dalam Negara berkembang, yang lebih merupakan objek daripada subjek globalisasi. Meskipun demikian, baik karena ketergantungan Negara berkembang pada Negara-negara maju dalam berbagai bidang, keuangan, ekonomi, maupun teknologi, ataupun keinginan untuk mengejar kemajuan, sadar atau tidak, mau atau tidak, Negara-negara berkembang sebenarnya juga mendukung proses globalisasi itu. Dalam pengertian ini, Negara-negara berkembang juga merupakan subjek atau pelaku globalisasi walaupun lebih pasif sifatnya.
Dari globalisasi tersebut maka akan berpengaruh, implikasi ataupun dampaknya, khususnya terhadap Negara-negara berkembang seperti Indonesia, terutama dalam ranah pendidikan, nilai-nilai moral, sosial, politik budaya dan kemanusiaan, baik yang bersifat positif maupun negative akan sangat besar efek yang ditimbulkan. Ini semua merupakan tantangan khususnya bagi generasi muda sebagai penerus bangsa, bagaimana mengemas globalisasi ini sebaik mungkin mengambil nilai positifnya dan menghindari sisi negatifnya.
Ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi terhadap dunia pendidikan, yaitu:
1. Dampak Positif globalisasi Pendidikan
a) Akan semakin mudahnya akses informasi.
b) Globalisasi dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang professional dan berstandar internasional dalam bidang pendidikan.
c) Globalisasi akan membawa dunia pendidikan Indonesiabisa bersaing dengan Negara-negarara lain.
d) Globalisasi akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing
e) Adanya perubahan struktur dan system pendidikan yang meningkatkan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan
2. Dampak negative globalisasi dalam pendidikan
Globalisasi pendidikan tidak selamanya membawa dampak positive bagi dunia pendidikan, melainkan globalisasi memiliki dampak negative yang perlu di antisipasi, dampaknya antara lain:
a) Dunia pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para pemilik modal.
b) Dunia pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi, yang berdampak munculnya“tradisi serba instant”.
c) Globalisasi akan melahirkan suatu golongan-golongan di dalam dunia pendidikan.
d) Akan semakin terkikisnya kebudayaan bangsa akibat masuknya budaya dari luar.
Globalisasi dunia pendidikan mampu memaksa liberalisasi berbagai sektor, mengakibatkan melonggarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh Negara karena mengacu ke Standar Internasional, yang mana bahasa Inggris menjadi sangat penting sebagai bahasa komunikasi, agar dapat bersaing di era globalisasi saat ini.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Pendidikan
Ada beberapa faktor utama yang menimbulkan perubahan sosial yang berpengaruh kepada perubahan sistem pendidikan yang ada disemua Negara. Faktor-faktor itu meliputi:
· Urbanisasi dan perkembangan atau pembangunan kota-kota metropolitan
· Ledakan pertumbuhan penduduk besar
· Kemajuan pesat teknologi modern di semua bidang kehidupan
· Saling ketergantungan hidup antar Negara
Meskipun dampaknya terhadap Negara-negara yang ada tidak selalu sama dalam proses perubahan system pendidikan, namun cepat atau lambat pengaruh dari factor diatas akan memaksa masyarakat atau bangsa untuk berinisiatif menanggulangi nsemua problema yang timbul melalui proses inovasi (pembaruan) system pendidikan masing-masing.
Frederich harbison dan Charles A Myers dalam bukunya yang berjudul “education Manpower and Economic Growth Stategis of Human Resource Development” mengemukakan beberapa factor-faktor yang mempengaruhi system pendidikan adalah sebagai berikut:[16]
1) Factor historis
Menurut harbison dan mayer, factor sejarah pertumbukan masyarakt ditentukan oleh tiga hal yang saling berkaitan, yaitu pendidikan, kemampuan manusia dan pertumbuhan ekonomi. Atas pembagian di atas, harbison dan mayer mem bagi Negara-negara di dunia ini menjadi empat tingkat pertumbuhan sebagai berikut:
· Negara yang belum berkembang
· Negara- Negara yang sebagian bidang kehidupannya telah mengalami kemajuan
· Negara- Negara yang sedang mengalami setengah kemajuan
· Negara- Negara yang telah mengalami kemajuan
2) Factor geografis
Manusia atau bangsa hidup di suatu lingkungan alam tertentu yang berbeda-beda situasi dan kondisi alamiahnya. Maka berbeda pula tuntutan hidup akibat pengaruh factor geografis, dan itu juga mempengaruhi system pendidikan yang diperlukan di Negara-negara yang berssangkutan. Pengaruh tersebur terlihat dari dua aspek yaitu:
Dari globalisasi tersebut maka akan berpengaruh, implikasi ataupun dampaknya, khususnya terhadap Negara-negara berkembang seperti Indonesia, terutama dalam ranah pendidikan, nilai-nilai moral, sosial, politik budaya dan kemanusiaan, baik yang bersifat positif maupun negative akan sangat besar efek yang ditimbulkan. Ini semua merupakan tantangan khususnya bagi generasi muda sebagai penerus bangsa, bagaimana mengemas globalisasi ini sebaik mungkin mengambil nilai positifnya dan menghindari sisi negatifnya.
Ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi terhadap dunia pendidikan, yaitu:
1. Dampak Positif globalisasi Pendidikan
a) Akan semakin mudahnya akses informasi.
b) Globalisasi dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang professional dan berstandar internasional dalam bidang pendidikan.
c) Globalisasi akan membawa dunia pendidikan Indonesiabisa bersaing dengan Negara-negarara lain.
d) Globalisasi akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing
e) Adanya perubahan struktur dan system pendidikan yang meningkatkan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan
2. Dampak negative globalisasi dalam pendidikan
Globalisasi pendidikan tidak selamanya membawa dampak positive bagi dunia pendidikan, melainkan globalisasi memiliki dampak negative yang perlu di antisipasi, dampaknya antara lain:
a) Dunia pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para pemilik modal.
b) Dunia pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi, yang berdampak munculnya“tradisi serba instant”.
c) Globalisasi akan melahirkan suatu golongan-golongan di dalam dunia pendidikan.
d) Akan semakin terkikisnya kebudayaan bangsa akibat masuknya budaya dari luar.
Globalisasi dunia pendidikan mampu memaksa liberalisasi berbagai sektor, mengakibatkan melonggarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh Negara karena mengacu ke Standar Internasional, yang mana bahasa Inggris menjadi sangat penting sebagai bahasa komunikasi, agar dapat bersaing di era globalisasi saat ini.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Pendidikan
Ada beberapa faktor utama yang menimbulkan perubahan sosial yang berpengaruh kepada perubahan sistem pendidikan yang ada disemua Negara. Faktor-faktor itu meliputi:
· Urbanisasi dan perkembangan atau pembangunan kota-kota metropolitan
· Ledakan pertumbuhan penduduk besar
· Kemajuan pesat teknologi modern di semua bidang kehidupan
· Saling ketergantungan hidup antar Negara
Meskipun dampaknya terhadap Negara-negara yang ada tidak selalu sama dalam proses perubahan system pendidikan, namun cepat atau lambat pengaruh dari factor diatas akan memaksa masyarakat atau bangsa untuk berinisiatif menanggulangi nsemua problema yang timbul melalui proses inovasi (pembaruan) system pendidikan masing-masing.
Frederich harbison dan Charles A Myers dalam bukunya yang berjudul “education Manpower and Economic Growth Stategis of Human Resource Development” mengemukakan beberapa factor-faktor yang mempengaruhi system pendidikan adalah sebagai berikut:[16]
1) Factor historis
Menurut harbison dan mayer, factor sejarah pertumbukan masyarakt ditentukan oleh tiga hal yang saling berkaitan, yaitu pendidikan, kemampuan manusia dan pertumbuhan ekonomi. Atas pembagian di atas, harbison dan mayer mem bagi Negara-negara di dunia ini menjadi empat tingkat pertumbuhan sebagai berikut:
· Negara yang belum berkembang
· Negara- Negara yang sebagian bidang kehidupannya telah mengalami kemajuan
· Negara- Negara yang sedang mengalami setengah kemajuan
· Negara- Negara yang telah mengalami kemajuan
2) Factor geografis
Manusia atau bangsa hidup di suatu lingkungan alam tertentu yang berbeda-beda situasi dan kondisi alamiahnya. Maka berbeda pula tuntutan hidup akibat pengaruh factor geografis, dan itu juga mempengaruhi system pendidikan yang diperlukan di Negara-negara yang berssangkutan. Pengaruh tersebur terlihat dari dua aspek yaitu:
· Aspek klimatologis atau iklim
· Aspek lingkungan alam dan sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya Nicholas hans membedakan adanya tiga kelompok Negara yang berbeda iklimnya yaitu:
· Negara-negara belahan bumi bagian utara yang beriklim dingin
· Negara-negara di sekitar laut tengah yang beriklim sedang
· Negara-negara yang terletak di khatulistiwa (garis equator) atau yang berdekatan dengannya yang beriklim panas.
3) Faktor kehidupan ekonomi
Factor ekonomi sangat erat kaitannya dengan factor geografis, sebab pembangunan ekomoni suatu Negara bergantung pada factor geografis, oleh karena factor geografis mengandung sumber kekuatan baik yang berupa modal materil maupun modal dasar mental spiritual penduduknya.
Sesungguhnya pembangunan di bidang ekonomi merupakan refleksi dari kombinasi antara sunber kemampuan manusia alam sekitar dan system kemasyarakatan serta kebudayaannya. Kombinasi dari ketiga unsure ini sangat bertumpu pada factor geografis dimana proses kehidupan sehari-hari manusia berada dalam lingkupnya.
4) Politik Negara
Antara ekonomi dan politik hamper tak dapat dipisahkan, karena pembangunan ekonomi memerlukan politik yang stabil, sedang stabilitas politik juga memrlukan stabilitas ekonomi, satu sama lain saling pengaruh-mempengaruhi dan saling memperkokoh.
Bilamana dalam suatu Negara kehidupan politiknya sedang kacau, mustahil dapat diciptakan suatu keseimbangan yang serasi di dalam system pendidikan. Politik Negara merupakan kompas yang harus dijadikan pedoman dalam langkah-langkah pengelolaanya.
5) Faktor kehidupan agama
Agama yang dipeluk oleh rakyat suatu Negara menduduki tempat penting dalam system kehidupan masyarakat. Mengingat peranan dan pengaruh agama dalam kehidupan masyarakat di suatu Negara, maka jika dikaitkan dengan system pendidikan yang dikembangkan dalam suatu msyarakat, dapat menimbulkan dampak seperti, di Negara yang menindas kehadupan beragama secara mutlak menguasai system pendidikan.
6) Faktor kesukuan
Pengaruh kesukuan di beberapa Negara terhadap system pendidikan menyebabkan timbulnya pemisahan dan perpecahan kehidupan masyarakat atau bangsa kedalam golongan-golongan yang saling berkonrontasi antara satu sam lain. Di beberapa Negara seperti amerika perbedaan warna kulit menyebabkan pemisahan system pendidikan yang dapat menimbulkan sentiment rasialis.
7) Tingkat kemajuan peradaban
Setiap Negara atau bangsa di dunia ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam membangun dirinya sendiri untuk memcapai tingkat kemajuan peradaban bangsa itu sendiri. Namun ada tiga factor utama yang menjadi modal dasr kemajuan itu yaitu:
· Kemampuan manusia sendiri
· Tingkat pendidikan
· Pertumbuhan sisitem kelembagaan masyarakat.
Dari uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut :
1. Sistem Pendidikan adalah perangkat sarana yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan satu sdam lain dalam rangka melaksanakan proses pembudayaan masyarakat yang menumbuhkan nilai-nilai yang sama dengan cita-cita yang ingin diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2. Alasan yang menyebabkan timbulnya relasi antara Negara dengan pendidika (warga negara) antara lain :
· Warga negara, sebagian atau seluruhnya, belum atau tidak dapat menyelenggarakan urusan pendidikan secara layak dan memadai.
· warga-negara, sebagian atau seluruhnya, belum atau tidak mempunyai kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk dapat hidup dan berkompetisi di alam global seperti sekarang.
3. Dampak –dampak Globalisasi adalah sebagai berikut:
a) Dampak Positif globalisasi Pendidikan
· Akan semakin mudahnya akses informasi.
· Globalisasi dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang professional dan berstandar internasional dalam bidang pendidikan.
· Globalisasi akan membawa dunia pendidikan Indonesiabisa bersaing dengan Negara-negarara lain.
· Adanya perubahan struktur dan system pendidikan yang meningkatkan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan
b) Dampak negative globalisasi pendidikan
· Dunia pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para pemilik modal.
· Dunia pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi, yang berdampak munculnya“tradisi serba instant”.
· Globalisasi akan melahirkan suatu golongan di dalam dunia pendidikan.
· Akan semakin terkikisnya kebudayaan bangsa akibat masuknya budaya dari luar
4. factor-faktor yang mempengaruhi sistem pendidikan suatu Negara
· Factor histori
· Factor geografis
· Factor kehidupan ekonomi
· Factor politik Negara
· Factor kehidupan agama
· Factor kesukuan
· Factor tingkat kemajuan peradaban
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Ilmu Perbandingan Pendidikan, Jakarta:Golden Terayon Press,1986
Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan, Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009
David B Abernethy dan Coombe Trevor, Education And Politics In Develoving Countries, Harvard Education Review 35, 1965
Edward Steven and George H. Wood, Justice, Idiologi, And Education: An Introduction To The Social Fundation Of Education, New York: Random House, 1987
Fuad Ihsan, Dasar Dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2008
H.A.R.Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan, PT Rineka Cipta, 2009
Harman, W. N., Snails (Mollusca: Gastropoda) in Pollution Ecology ofFreshwater Invertebrates, C.W. Hart, Jr and Samuel L. H. Fuller (editors).London : Academic Press, 1974
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Makkulua, Andi, Perkembangan Kebijakan Pendidikan Dalam Lima Puluh Tahun Indonesia Merdeka, Makalah Konversi Pendidikan Iii Diujung Pandanga 4-7 maret 1996
Stainer, The Global Teacher: Theory and practice in Global Education, Trentham Books, 1996
ADI/AIS, Pendidikan Internasional Berperan Tingkatkan Kualitas Bangsa, http://news.liputan6.com, artikel, 15 Februari, 2012
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2011, Citra Umbara (2012), cet. VII
[1] H.A.R.Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan, PT Rineka Cipta (2009), cet. I, hal.3-4
[2] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2011, Citra Umbara (2012), cet. VII, hlm. 65.
[3] H.A.R.Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan, hal.3-4
[4] Fuad Ihsan, Dasar Dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, hal. 107
[5] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 123.
[6] Fuad Ihsan, Dasar Dasar Kependidikan, hal. 107-108.
[7]Arifin, Ilmu Perbandingan Pendidikan, Jakarta:Golden Terayon Press,1986, hal. 108
[8] Fuad Ihsan, Dasar Dasar Kependidikan, , hal. 110
[9] Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan, Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009, hal.3
[10] Edward Steven and George H. Wood, Justice, Idiologi, And Education: An Introduction To The Social Fundation Of Education, New York: Random House, 1987, hal. 149; Lihat dalam Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan, hal. 5
[11] Andi Makkulua, Perkembangan Kebijakan Pendidikan Dalam Lima Puluh Tahun Indonesia Merdeka, Makalah Konversi Pendidikan Iii Diujung Pandanga 4-7 maret 1996; Lihat dalam Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan, hal. 5
[12] David B Abernethy dan Coombe Trevor, Education And Politics In Develoving Countries, Harvard Education Review 35, 1965, hal. 287
[13] Harman, W. N., Snails (Mollusca: Gastropoda) in Pollution Ecology ofFreshwater Invertebrates, C.W. Hart, Jr and Samuel L. H. Fuller (editors).London : Academic Press, 1974, hal. 9
[14] Stainer, The Global Teacher: Theory and practice in Global Education, Trentham Books, 1996, hal. 20
[15] ADI/AIS, Pendidikan Internasional Berperan Tingkatkan Kualitas Bangsa, http://news.liputan6.com, artikel, 15 Februari, 2012
[16] Arifin, Ilmu Perbandingan Pendidikan, hal.108-133