BAB I
NEGARA HUKUM DAN PERADILAN ADMINISTRASI
A. Negara Hukum
Negara hukum menghendaki segala tindakan atau perbuatan penguasa mempunyai dasar hukum yang jelas atau ada legalitasnya baik berdasarkan hukum tertulismaupun berdasarkan hukum tidak tertulis. Negara hukum pada dasarnya tertuma bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Menurut Philipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintahan dilandasi oleh dua prinsip, prinsip HAM dan Prinsip Negara Hukum. Menurut Philipus M. Hadjon Negara hukum hanya 3 macam konsep yaitu rechtsstaat, the rule of law, dan Pancasila.
M. Tahir Azhari Negara hukum ada 5 konsep yaitu:
1. Nomokrasi Islam: konsep Negara hukum yang pada umumnya diterapkan di Negara-negara Islam.
2. rechtsstaat: konsep Negara yang diterapkan di Negara-negara Eropa Kontinental, misalnya: Belanda, Jerman, Prancis.
3. Rule of Law: Konsep Negara yang di terapkan di Negara Aglo Saxon, Misal: Inggris, Amerika Serikat.
4. Socialist Legality: Konsep Negara hukum yang diterpkan di Negara komunitas.
5. Konsep Negara hukum Pancasila adalah konsep Negara hukum yang diterapkan di Indonesia. Salah satu cirri-ciri pokok dalam Negara hukum Pancasila ialah adanya jaminan terhadap fredoom of religion atau kebebasan beragama, Tetapi kebebasan beragama di Negara hukum Pancasila selalu dalam konotasi yang positif, artinya tiada tempat bagi ateisme atau propaganda anti agama di Bumi di Indonesia.
B. Negara Hukum Pancasila dan Peradilan Administrasi
Dasar peradilan dalam UUD 45 dapat ditemukan dalam pasal 24. Sebagai pelaksanaan dalam pasal 24 UUd 1945, dikeluarkanlah UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan kehakiman.kekuasan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara
Dengan berlakunya UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan Pasal 144 dapat disebut UU peradilan Administrasi Negara, maka dewasa ini perlindungan hukum terhadap warga masyarakat atas perbuatan yang dilakukan oleh penguasa dapat dilakukan melalui badan yakni:
a. Badan Tata Usaha Negara, dengan melalui upaya administrative.
b. Peradilan Tata Usaha Negara, Berdasarkan UU No. 5 tahun 1986 tentang PTUN.
c. Peradilan Umum, melalui Pasal 1365 KUHPer.
BAB II
PENGERTIAN, ASAS-ASAS, DAN KOMPETENSI PTUN
A. Pengertian
Menurut Rozali Abdullah, hukum acara PTUN adalah rangkaian perturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan Tata Usaha Negara. Pengaturan terhadap hukum formal dapat digolongkan menjadi dua bagian, Yaitu:
1. Ketentuan prosedur berperkara diatur bersama-sama dengan hukum materiilnya peradilan dalam bentuk UU atau perturan lainnya.
2. Ketentuan prosedur berperkara diaturtersendiri masing-masing dalam bentuk UU atau bentuk peraturan lainnya.
Hukum acara PTUN dalam UU PTUN dimuat dalam Pasal 53 samapai dengan pasal 141. UU PTUN terdiri atas 145 pasal. Dengan demikian komposisi hukum materiil dan hukum formilnya adalah hukum materiil swebanyak 56 pasal, sedangkan hukum materiil sebanyak 89 pasal.
B. Asas Hukum Acara PTUN
Menurut Scholten memberikan definisi asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat didalam dan di belakang system hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim,yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.
Asas Hukum PTUN
1. Asas praduga Rechtmating ( Vermoeden van rechtmatigheid, prasumptio iustae causa). Ini terdapat pada pasal 67ayat 1UU PTUN.
2. Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan KTUN yang dipersengketakan, kecuali ada kepentingan yang mendesak dari penggugat. Terdapat pada pasal 67ayat 1dan ayat 4 huruf a.
3. Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem)
4. Asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis baik dalam pemeriksaan di peradilan judex facti, maupun kasasi dengan MA sebagai Puncaknya.
5. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari segala macam campur tangan kekuasaan yang lain baik secara langsung dan tidak langsung bermaksud untuk mempengaruhi keobyektifan putusan peradilan. Pasalb 24 UUD 1945 jo pasal 4 4 UU 14/1970.
6. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan ringan ( pasal 4 UU 14/1970).
7. Asas hakim aktif. Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa hakim mengadakan rapat permusyawaratn untuk menertapakan apakah gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar atau dilengkapi dengan pertimbangan (pasal 62 UU PTUN), dan pemeriksaan persiapan untuk mengetahui apakah gugatan penggugat kurang jelas, sehingga penggugat perlu untuk melengkapinya (pasal 63 UU PTUN).
8. Asas siding terbuka untuk umum. Asas inimembawa konsekuensi bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila di ucapkan dalam siding terbuka untuk umum (pasal 17 dan pasal 18 UU 14/1970 jo pasal 70 UU PTUN).
9. Asas peradilan berjenjang. Jenjang peradilan di mulai dari tingkat yang paling bawah yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara, kemudian Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dan puncaknya adalah Mahkamah Agung.
10. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan. Asas ini menempatkan pengadilan sebagai ultimatum remedium. ( pasal 48 UU PTUN).
11. Asas Obyektivitas. Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri, apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubngan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat atau penasihat hukum atau antara hakim dengan salah seorang hakim atau panitera juga terdapat hubungan sebagaimana yang di sebutkan di atas, atau hakim atau paniteratersebut mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung dengan sengketanya. (pasal 78 dan pasal 79 UU PTUN).
C. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara
Kompetensi dari suatu pengadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara berkaitan dengan jenis dan tingkatan pengadilan yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Cara untuk dapat mengetahui Kompetensi suatu pengadilan:
1. Dapat dilihat dari pokok sengketanya (geschilpunt, fundamentum petendi)
2. Dengan melakukan pembedaan atas atribusi (absolute competentie atau attributie van rechtmacht) dan delegasi (relatieve competentie atau distributie van rechtsmacht).
3. Dengan melakukan pembedaan atas kompetensi absolute dan kompetensi relatif.
BAB II
Persamaan dan Perbedaan Hukum Acara PTUN dengan Hukum Acara Perdata.
A. Persamaan Antara Hukum Acara Pengadilan TUN dengan Hukum acara Perdata
1. Pengajuan gugatan.
Pengajuan gugatan menurut hukum acara PTUN di atur dalam Pasal 54 UU PTUN, Hukum acara perdata di atur dalam pasal 118 HIR. Berdasarkan itu bahwa gugatan sama-sama diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat.
2. Isi Gugatan
Isi gugatan hukum acara PTUN diatur dalam pasal 56 UU PTUN, dan Hukum acara perdata diatur dalam pasal 8 Nomor 3 Rv.
Isi gugatan terdiri dari yaitu:
a. Identitas para pihak
b. Posita
c. Petitum
3. Pendaftaran Perkara
Pendaftaran perkara Hukum acara PTUN diatur dalam Pasal 59 UU PTUN, dan Hukum acara Perdata pada pasal 121 HIR. Persamaannya adalah penggugat membayar uang muka biaya perkara, gugatan kemudian kemudian di daftarkan panitera dalam buku daftar perkara. Bagi penggugat yang tidak mampu boleh tidak untuk membayar uang muka biaya perkara, dengan syarat membawa surat keterangan tidak mampu dari kepala desa atau lurah setempat (pasal 60 UU PTUN dan Pasal 237 HIR).
4. Penetapan Sidang
Penetapan hari siding di atur dalam pasal 59 ayat 3 dan pasal 64 UU PTUN, Hukum Acara perdata pada pasal 122 HIR. Setelah di daftarkan dalam buku daftar perkara maka hakim menentukan hari, jam, tempat persidangan, dan pemanggilan para pihak untuk hadir. Dan hakim harus sudah menentukan selambat-lambatnya 30 hari setelah gugatan terdaftar.
5. Pemanggilan Para Pihak
Pemanggilan para pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 65 dan 66 UU PTUN, sedangkan hukum acara perdata diatur dalam pasal 121 ayat 1 HIR dan pasal 390 ayat 1 dan pasal 126 HIR. Dalam Hukum acara TUN jangka waktu antara pemanggilan dan hari siding tidak boleh kurang dari 6 hari, kecuali sengketanya tersebut diperiksa dengan acara cepat. Panggilan dikirim dengan surat tercatat.
6. Pemberian Kekuasaan
Pemberian kekuasaan terhadap kedua belah pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 57 UU PTUN, hukum acara perdata diatur dalam pasal 123 ayat 1 HIR. Pemberian kuasa dialkukan sebelumperkara diperiksa harus secara tertulis dengan membuat surat kuasa khusus. Dengan ini si penerima kuasa bisa melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan jalannya pemeriksaan perkara untuk dan atas nama si pemberi kuasa.
7. Hakim Majelis
Pemerisaan perkara dalam hukum acara PTUN dan acara perdata dilakukan dengan hakim majelis (3 orang hakim), yang terdiri atas satu orang bertindak selaku hakim ketua dan dua orang lagi bertindak selaku hakim anggota (pasal 68 UU PTUN).
8. Persidangan Terbuka untuk Umum
Ketentuan ini diatur dalam pasal 70 ayat 1 UU PTUN, sedangkan hukum acara perdata diatur dalam pasal 179 ayat 1 HIR. Setiap orang dapat untuk hadir dan mendengarkan jalannya pemeriksaan perkara tersebut. Apabila hakim menyatakan sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta mengakibatkan batalnya putusan itu menurut hukum, kecuali hakim memandang bahwa perkara tersebut manyangkut ketertiban umum, keselamatan Negara, atau alasan-alasan lainnya yang di muat dalam berita acara.
9. Mendengar Kedua Belah Pihak
Dalam pasal 5 ayat 1 UU 14/1970 disebutkan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Hakim boleh mengangkat orang-orang sebagai juru bahasa, juru tulis, dan juru alih bahasa demi kelancaran jalannya persidangan.
10. Pencabutan dan Perubahan Gugatan
Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya, sebelum tergugat memberikan jawaban. apabila sudah memberikan jawabannya yang di ajukan penggugat maka akan dikabulkan oleh hakim (pasal 76 UU PTUN dan pasal 271 Rv). Dalam hukum acara perdata berdasarkan pasal 127Rv, perubahan dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah atau menambahkan petitum.
11. Hak Ingkar
Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri, apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubngan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat atau penasihat hukum atau antara hakim dengan salah seorang hakim atau panitera juga terdapat hubungan sebagaimana yang di sebutkan di atas, atau hakim atau paniteratersebut mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung dengan sengketanya (pasal 78 dan pasal 79 UU PTUN).
12. Pengikutsertaan Pihak Ketiga
Ketentuan ini diatur dalam pasal 83 UU PTUN. Pihak hadir selama pemeriksaan perkara berjalanbaik atas prakarsa dengan mengajukan permohonan maupunatas prakarsa hakim dapat masuk sebagai pihak ketiga(intervenient) yang membela kepentingannya. Karena pangkal sengketa atau obyek sengketa TUN adalah KTUN, maka masuknya pihak ketiga ke dalam sengketa tersebut tetap harus memperhatikan kedudukan para pihak.
13. Pembuktian
Penggugat terlebih dahulu memberikan pembuktian, lalu kewajiban tergugat untuk membuktikan adalah dalam rangka membantah bukti yang di ajukan oleh penggugat dengan mengajukan bukti yang lebih kuat(pasal 100 sampai dengan pasal 107 UU PTUN dan pasal 163 dan 164 HIR. Yang di buktikan peristiwanya bukan hukumnya karena ex offocio hakim dianggap tahu tentang hukumnya( ius curia novit).
14. Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Ketentuan ini diatur dalam pasal 115 UU PTUNdan pasal 116 UU PTUN dan pasal 195 HIR. Apabila yang dikalahkan tidak mau secara suka rela memenuhi isi putusan yang dijatuhkan, maka pihak yang dimenangkan dapat mengajukan permohonan pelaksanaan putusan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu dalam tingkat pertama ( pasal 116 UU PTUN dan Pasal 196 dan pasal 197 HIR.
15. Juru Sita
Ketentuan ini pada pasal 33 ayat 3 UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (UUKPKK-70), makahanya mengatur tugas jurusita perkara perdata, yang menyebutkan bahwa pelaksanaan keputusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan.
B. Perbedaan Antara Hukum Acara PTUN dengan Hukum Acara Perdata
1. Obyek Gugatan
Objek gugatan TUN adalah KTUN yang mengandung perbuatan onrechtsmatingoverheid daad (perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa. Hukum acara perdata adalah onrechtmating daad (perbuatan melawan hukum)
2. Kedudukan Para Pihak
Kedudukan para pihak dalam sengketa TUN, selalu menempatkan seseorang atau badan hukum perdata sebagai pihk tergugat dan badan atau pejabat TUN sebagai pihak tergugat. Pada hukum acara perdata para pihak tidakn terikat pada kedudukan.
3. Gugat Rekonvensi
Dalam hukum acara perdata dikenal dengan gugat rekonvensi (gugat balik), yang artinya gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antar mereka.
4. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan
Dalam hukum acara TUN pengajuan gugatan dapat dilakukan dalam tenggang waktu 90 Hari.
5. Tuntutan Gugatan
Dalam hukum acara perdata boleh dikatakan selalu tuntutan pokok itu (petitum primair) disertai dengan tuntutan pengganti atau petitum subsidiar. Dalam hukum acara PTUN hanya dikenal satu macam tuntutan poko yang berupa tuntutan agar KTUN yang digugat itu dinyatakan batal atau tidak sah atau tuntutan agar KTUN yang dimohonkan oleh penggugat dikeluarkan oleh tergugat.
6. Rapat Permusyawaratan
Dalam hukum acara perdata tidak dikenal Rapat permusyawaratan. Dalam hukum acara PTUN, ketentuan ini diatur pasal 62 UU PTUN.
7. Pemeriksaan Persiapan
Dalam hukum acara PTUN juga dikenal Pemeriksaan persiapan yang juga tidak dikenal dalam hukum acara perdata. Dalam pemeriksaan persiapan hakim wajib member nasehat kepada pengugat untuk memperbaiki gugatan dalam jangka waktu 30 hari dan hakim memberi penjelasan kepada badan hukum atau pejabat yang bersangkutan.
8. Putusan Verstek
Kata verstek berarti bahwa pernyataan tergugat tidak dating pada hari sidang pertama. Apabila verstek terjadi maka putusan yang dijatuhkan oleh hakim tanpa kehadiran dari pihak tergugat. Ini terjadi karena tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya. PTUN tidak mengenal Verstek.
9. Pemeriksaan Cepat
Dalam hukum acara PTUN terdapat pada pasal 98 dan 99 UU PTUN, pemeriksaan ini tidak dikenal pada hukum acara perdata. Pemerikasaan cepat dilakukan karena kepentingan penggugat sangat mendesak, apabila kepentingan itu menyangkut KTUN yang berisikan misalnya perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati penggugat.
10. Sistem Hukum Pembuktian
Sistem pembuktian vrij bewijsleer) dalam hukum acara perdata dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran formal, sedangkan dalam hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran materiil (pasal 107 UU PTUN).
11. Sifat Ega Omnesnya Putusan Pengadilan
Artinya berlaku untuk siapa saja dan tidaka hanya terbatas berlakunya bagi pihak-pihak yang berperkara, sama halnya dalam hukum acara perdata.
12. Pelaksanaan serta Merta (executie bij voorraad)
Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal pelaksanaan serta merta sebagaimana yang dikenaldalam hukum acara perdata. Ini terdapat pada pasal 115 UU PTUN.
13. Upaya pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan
Dalam hukum acara perdata apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela, maka dikenal dengan upaya emaksa agar putusan tersebut dilaksanakan. Dalam hukum acara PTUN tidak di kenal karena bukan menghukum sebagaimana hakikat putusan dalam hukum acara perdata. Hakikat hukum acara PTUN adalah untuk membatalkan KTUN yang telah dikeluarkan.
14. Kedudukan Pengadilan Tinggi
Alam hukum acara perdata kedudukan pebgadilan tinggi selalu sebagai pengadilan tingkat banding, sehingga tiap perkara tidak dapat langsung diperiksa oleh pengadilan tinggi tetapi harus terlebih dahulu melalui pengadilan tingkat pertama (pengadilan Negeri). Dalam hukum acara PTUN kedudukan pengadilan tinggi dapat sebagai pengadilan tingkat pertama.
15. Hakim Ad Hoc
Hakim Ad Hoc tidak dikenal dalam hukum acara perdata, apabila diperlukan keterangan ahli dalam bidang tertentu, hakim cukup mendengarkan keterangan dari saksi ahli. Dalam hukum acara PTUN diatur pasal 135 UU PTUN. Apabila memerlukan keahlian khusus maka ketua pengadilan dapat menujuk seorang hakim Ad Hoc sebagai anggota majelis.
BAB IV
Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara
A. Pangkal Sengketa
Pangkal sengketa tata usaha negara dapat diketahui dengan menentukan apa yang menjadi tolak ukur sengketa tata usaha negara. Tolak ukur sengketa tata usaha negara adalah tolak ukur subyek dan pangkal sengketa. Tolak ukur subyek adalah para pihak yang bersengketa dalam hukum administrasi negara (tata usaha negara). Tolak ukur pangkal sengketa adalah sengketa administrasi yang diakibatkan oleh ketetapan sebagai hasil perbuatan administrasi negara.
Sengketa administrasi (pasal 1 angka 4 UU PTUN) dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Sengketa Intern
Sengketa intern adalah menyangkut persoalan kewenangan pejabat TUN yang disengketakan dalam satu departemen (instansi), atau kewenangan suatu departemen (instansi) terhadap departemen lainnya yang disebabkan tumpang tindih kewenangan, sehingga menimbulkan kekaburan kewenagan.
2. Sengketa Ekstern
Sengketa ekstern atau sengketa administrasi negara dengan rakyat adalah perkara administrasi yang menimbulkan sengketa antara administrasi negara dengan rakyat sebagai subyek-subyek yang berperkara ditimbulkan oleh unsur dari unsur peradilan administrasi murni yang mensyaratkan adanya minimal dua pihak dan sekurang-kurangnya salah satu pihak harus administrasi negara, yang mencakup administrasi negara di tingkat pusat, adminstrasi negara tingkat daerah, maupun administrasi negara pusat yang ada di daerah.
Unsur-unsur KTUN (pasal 1 angka 3 UU PTUN) yaitu:
1. Suatu penetapan tertulis
Penetapan tertulis ini semata-mata untuk kemudahan segi pembuktian, terutama menunjuk kepada isi bukan bentuk (form).
2. Badan atau pejabat TUN
Badan atau pejabat TUN di pusat dan di daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat eksekutif.
3. Tindakan hukum TUN
Perbuatan hukum badan atau pejabat TUN yang bersumber pada suatu ketentuan hukum TUN yang menimbulkan hak atau kewajiban apada orang lain.
4. Bersifat konkret
Objek yang di putuskan KTUN tidak Abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.
5. Bersifat individual
KTUN tidak ditujukan pada umum tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju kalau yang dituju itu lebih dari seorang, tiap-tiap nama orang yang dikena keputusan itu disebutkan. Missal: keputusan pelebaran jalan.
6. Bersifat Final
KTUN yang dikeluarkan itu bersifat definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. KTUN yang masih memerlukan persetujuan belum bersifat final. misal: Pengangkata seorang PNS perlu persetujuan dari BAKN.
B. Kedudukan Para Pihak dalam Sengketa TUN
Dalam pasal 1 angka 4 UU PTUN diketahui bahwa kedudukan para pihak dalam sengketa tata usaha negara adalah orang (individu) atau badan hukum perdata sebagai pihak penggugat dan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai pihak tergugat.
Orang (individu) atau badan hukum perdata yang di rugikan akibat dikeluarkannya KTUN. Digolongkan menjadi 3:
1. Orang (individu) atau badan hukum perdata sebagai alamat yang dituju oleh KTUN.
2. orang (individu) atau badan hukum perdata yang dapat disebut pihak ketiga yang mempunyai kepentingan dan organisasi kemasyarakatan.
3. Badan atau pejabat TUN yang tidak boleh menggugat oleh UU PTUN.
Kepentingan ini dalam kaitannya yang berhak menggugat apabila bersifat langsung, pribadi, obyek dapat ditentukan dan atau kepentingan berhubungan dengan KTUN.
C. Para Pihak dalam Sengketa TUN
Para pihak dalam sengketa TUN adalah orang (individu) atau badan hukum perdata sebagai pihak penggugat dan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai pihak tergugat.
D. Jalur Penyelesaian Sengketa TUN
Dalam pasal 48 UU P TUN nomor 5 tahun 1986 UU PTUNmenjelaskan upaya administrative, itu merupakan prosedur yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan sengketa dalam TUN yang dilaksanakan di lingkungan pemerintah sendiri yang terdiri dari prosedur keberatan dan prosedur banding administratif.
Perbedaan penting antara upaya administratif dan PTUN adalah bahwa PTUN hanayalah memeriksadan menilai dari segi hukumnya saja. Sedangkan penilaian dari segi kebijasanaan bukan wewenang PTUN. Pemeriksaan melalui upaya administrative, badan TUN selaian berwenang menilai segi hukumnya, juga berwenang menilai segi kebijaksanaannya. Dengan demikian penyelesain sengketa melalui upaya administratif menjadi lebih lengkap, tetapi, penilaian secara lengkap tersebut tidak termasuk pasda prosedur banding. Pada prosedur banding, badan hukum TUN hanya melakukan penilaian daregi hukumnya saja.
BAB V
Gugatan ke PTUN
A. Alasan Mengajukan Gugatan
Alasan mengajukan gugatan diatur dalam Pasal 53 ayat 2 UU PTUN. Dalam mengajukan gugatan ada beberapa asas :
1. Asas kepastian hukum
2. Asas tertib penyelenggaraan negara
3. Asas kepentingan umum
4. Asas keterbukaan
5. Asas proposionalitas
6. Asas profesionalitas
7. Asas Akuntabilitas
B. Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan
Tenggang waktu mengajukan gugatan diatur dalam pasal 55 UU PTUN. Tengang waktu untuk mengajukan gugatan Sembilan puluh hari tersebut dihitung secara bervariasi:
1. Sejak hari diterimanya KTUN yang digugat itu memuat nama penggugat.
2. Setelah lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam aturan perundang-undangan yang memberikan kesempatan kepada administrasi negara untuk memberikan keputusan namun ia tidak berbuat apa-apa.
3. Setelah 4 bulan apabila peraturan perundang-undangan tidak memberikan kesempatan kepada administrasi negara untuk memberikan keputusan dan ternyata ia tidak berbuat apa-apa.
4. Sejak hari pengumuman apabila KTUN itu harus di umumkan.
C. Syarat-Syarat Gugatan
Syarat gugatan diatur daljm pasal 56 UU PTUN. Syaratnya adalah:
1. Gugatan harus memuat:
a. Nama, kewaganegaraan, temap[at tinggal, dan pekerjaanpenggugat atau kuasa hukumnya.
b. Nama jabatan, dan tempat kedudukan tergugat
c. Dasar gugatan dan hal-hal yang diminta untuk diputuskan pengadilan
2. Apabila gugatan dibuat oleh dan ditanda tangani oleh seorang kuasa pengugat maka harus disertai surat kuasa yang sah.
3. Gugatan sedapat mungkin juga disertai KTUN yang disengketakan oleh penggugat.
4. Surat Gugatan harus bermaterai
D. Tuntutan dalam Gugatan
Ketentuan dalam pasal 53 ayat 1 UU PTUN harus dikaitkan dengan pasal 3 UU PTUN tentang KTUN negatif dan pasal 117 ayat 2 tentang tuntutan sejkumlah uang atau kompensasi.
Dari situ diperoleh perihal tuntutan apa saja yang dapat diajukan dalam gugatan:
1. Tuntutan agar KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN itu dinyatakan batal atau tidak sah atau
2. Tuntutan agar badan atau pejabat TUN yang digugat untuk mengeluarkan KTUN yang di mohonkan penggugat atau tanpa
3. Tuntutan ganti rugi dan atau
4. Tuntutan rehabilitas dengan atau tanpa kompensasi
E. Permohonan Beracara dengan Cuma-Cuma
Pada dasarnya mengajukan gugatan ke pengadilan penggugat harus membayar terlebih dahulu membayar uang muka biaya perkara. Tetapi dalam hal tertentu penggugat membayar Cuma-Cuma (pasal 60 dan 62 UU PTUN). Penggugat dapat tidak membayar uang perkara apabila tidak mampu. Ketidakmampuan itu sudah diperiksa oleh ketua pengadilan dan telah dikabulkan, dan penggugat harus membawa surat keterangan tidak mampu dari kepala desa.
BAB VI
Acara Pemeriksaan di PTUN
A. Pemeriksaan dengan Acara Singkat
Pemeriksaan dengan acara singkat di PTUN dapat dilakukan apabila terjadi perlawanan atas penetapan yang diputuskan oleh ketua pengadilan dalam rapat permusyawaratan (pasal 62 UU PTUN).
Pemeriksaan dengan Acara Singkat mempunyai kelebihan dan kelemahan juga yaitu Kelebihannya adalah
1. Dapat mengatasi berbagai rintangan yang mungkin akan terjadi penghalang dalam penyelesaian secara cepat sengketa-sengketa TUN,
2. Dapat mengatasi harus masuknya perkara-perkara sebenarnya tidak memenuhi syarat, dan
3. dapat dihindarkan pemeriksaan perkara-perkara menurut acara biasa yang tidak perlu memakan banyak waktu dan biaya.
Kelemahannya adalah jangka waktu empat belas hari dalam melakukan perlawanan terhitung sejak penetapan dismissal itu di ucapkan dapat menjadi tidak realistis, karena dapat saja pada waktu itu diucapkan berhalangan hadir.
B. Pemeriksaan Persiapan
Setelah melalui tahap rapat permusyawaratan, maka dilakukan pemerksaan persiapan terhadap gugatan yang di ajukan oleh penggugat (pasal 63 UU PTUN). Tujuan pemerikasaan persiapan adalah untuk mematangkan perkara, dengan cara memanggil penggugat untuk menyempurnakan gugatannya dan atau memanggil tergugat untuk dimintai keterangan tentang keputusan yang digugat. Semua itu harus diserahkan kepada kearifan dan kebijakan ketua majelis.
C. Pelaksanaan Permohonan Penangguhan Pelaksanaan KTUN.
Pelaksanaan permohonan penangguhan pelaksanaan KTUN diatur dalam pasal 67 UU PTUN. Pelaksanaan permohonan penangguhan pelaksanaan KTUN akan dikabulkan apabila
1. Keadaan yang sangat mendesak, misal kerugian yang akan di tanggung penggugat tidak seimbang dengan manfaat bagi kepentingan yang akan dilindungi oleh pelaksanaan KTUN.
2. Pelaksanaan KTUN yang digugat tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan.
D. Pemeriksaan dengan Acara Cepat
Pemeriksaan dengan acara cepat diatur pasal 98 dan 99 UU PTUN. Dalam hukum acara PTUN terdapat pada pasal 98 dan 99 UU PTUN, pemeriksaan ini tidak dikenal pada hukum acara perdata. Pemerikasaan cepat dilakukan karena kepentingan penggugat sangat mendesak, apabila kepentingan itu menyangkut KTUN yang berisikan misalnya perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati penggugat.
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakikan dengan hakim tunggal. Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak masing-masing tidak melebihi empat belas hari.
E. Pemeriksaan dengan Acara Biasa
Pemeriksaan dengan acara biasa diatur dalam pasal 97 UUPTUN. Dari pasal itu dikemukakan Pemeriksaan dengan Acara Biasa adalah bahwa dengan Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan dengan majelis hakim ( 3 hakim). Hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dinyatakan dengan tertutup untuk umum.
BAB VII
Pembuktian
A. Alat-alat Bukti
Dalam pasal 100 sampai dengan 106 UU PTUN alat-alat bukti yang yang dapat diajukan dalam acara hukum PTUN adalah:
1. Surat atau tulisan
Surat sebagai alat bukti ada 3:
a. Akta aotentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang menurut perturan perundang-undangan yang berwenang membuat surat ini dengan maksud untuk dipergunakan alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum didalamnya.
b. Akta dibawah tangan yaitu surat yang di buat dan di tandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk digunakan sebagi alat bukti.
c. Surat-surat lain yang bukan ahli.
2. Keterangan ahli
Pendapat orang yang diberikan sumpah dalam persidangan dalam tentang hal yang ia ketahui menurut pengetahuan dan pengalamnanya. Pasal 88 UU PTUN menjelaskan tidsak boleh mendengarkan keterangan ahli. Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya hakim ketua sidang dapat menunjuk seorang atau beberapa ahli.
3. Keterngan saksi
Dalam pasal 88 UU PTUN disebutkan yang tidak boleh didengar sebagai saksi adalah:
a. Keluarga sedarah
b. Istri atau suami salah seorang pihak meski sudah bercerai
c. Anak yang belum berusia tujuh belas tahun
d. Orang sakit ingatan
Dalam pasal 89 UU PTUN yang berhak mengundurkan diri sebagai ahli adalah:
a. Saudara laki-laki atau perempuan, ipar laki-laki dan perempuan salah satu pihak
b. Setiap orang yang karena martabat pekerjaan atau jabatannya diwajibkan merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan martabat, pekerjaan atau jabatanhnya itu.
4. Pengakuan para pihak
Pengakuan dari para pihak tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan alasan yang kuatdan dapat diterima oleh hakim. Pengakuan adalah meruapakan pernyataan sepihak sehingga tidak memerlukan persetujuan dari para pihak lain terutama dari pihak lawannya. Pengakuan secara lisan harus dilakukan dalam persidangan dan tidak boleh diluar persidangan. Pengakuan secara tertulis boleh dilakukan diluar persidangan dan dihadapan hakim.
5. Pengetahuan hakim
Menurut Wirjono Prodjodikoro yang dimaksud pengetahuan hakim dalah hal yang dialami oleh hakim sendiri selam pemeriksaan perkara dalam sidang. Missal kalau salah satu pihak memajukan sebagai bukti suatu gambar atau suatu tongkat, atau hakim melihat keadaan suatu rumah yang menjadi soal perselisihan d itempat.
B. Beban Pembuktian
Beban Pembuktian dalam pasal 107 UU PTUN bahwa hakim menentukan apa yang harus di buktikan, beban pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim.
BAB VIII
Putusan dan Pelaksanaan Putusan PTUN
A. Pengertian Putusan
Pada dasarnya penggugat mengajukan suatu gugatan ke pemngadilan adalah bertujuan agar pengadilan melalui hakim dapat menyelesaikan perkaranya dengan mengambil suatu putusan. Putusan yang di ucapkan di persidangan (uitspraak) tidak boleh berbeda dengan yang tertulis (vonnis). Dalam literature Belanda dikenal vonnis dan gewijsde. Vonnis adalah putusan yang mempunyai kekuhukum yang yang pasti, sehingga masih tersedia upaya hukum biasa. Gewijsde adalah putusan yang asudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti sehingga hanya tersedia upaya hukum Khusus.
Dalam kaitannya hukum acara PTUN, putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap adalah:
1. Putusan pengadilan tingkat pertama (PTUN) yang sudah tidak dapat dimintakan upaya banding
2. Putusan pengadilan Tinggi (PTUN) yang tidak dimintakan kasasi.
3. Putusan mahkamah agung dalam tingkat kasasi.
B. Putusan PTUN
Putusan Pengadilan diatur dalam pasal 97 UU PTUN. Ketentuamn pasal tersebut memuat prosedur pengambilan putusan yang harus diambil dengan musyawarah di antara majelis hakim, putusan yang diambil dengan suara terbanyak baru dapat dikatakan apabila musyawarah untuk mencap[ai kesepakatan bulat mengalami jalan buntu, apabila keputusan suara terbanyak itu juga mengalami kemacetan, maka barulah putusan dapat diambil oleh ketua majelis.
C. Isi Putusan
Isi putusan dari pasal 97 ayat 7 maka dapat diketahui bahwa isi putusan pengadilan TUn dapat berupa:
1. Apabila isi putusan pengadilan TUN adalah berupa penolakan tewrhadap gugatan pengguagat berarti memperkuat KTUN yang akan dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang bersangkutan. Pada umumnya suatu gugatan ditolak oleh majelis hakim, karena alat bukti yang di ajukan pienggugat tidak dapat mendukung gugatannya, atau alat-alat bukti yang diajukan pihak tergugat lebih kuat.
2. Gugatan Dikabulkan
Gugatan dikabulkan adakalnya pengabulan seluruhnya atau menolak sebagian lainnya. Isi pengadilan yang mengabulkan gugatan pihak penggugat itu, berarti tidak membenarkan KTUN yang dikeluarkan oleh pihak tergugat atau tidak membenarkan sikap tidak berbuat apa-apa yang dilakukan oleh tergugat, padahal itu sudah merupakan kewajibannya.
Dalam hal gugatan dikabulkan maka dalam putusan tersebut ditetapkan kewajibyang harus dilakukan oleh tergugat yang dapat berupa:
a. Pencabutan KTUN yang bersangkutan
b. Pencaburtan KTUN yang bersangkutan dan menerbitkan KTUN ynag baru
c. Penerbitan KTUN dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3. Dan pengadilan dapat menetapkan kewajiban piahk tergugat untuk membayar ganti rugi, kompensasi dan rehabilitasi untuk sengketa kepegawaian.
3. Gugatan Tidak Di terima
Putusan pengadilan yang berisi tidak menerima gugatan pihak penggugat, berarti gugatan itu tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persyaratan tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam prosedur dismissal dan atau pemeriksaan persiapan.
4. Gugatan Gugur
Putusan pengadilan yang menytakan gugatan gugur dalam hal para piatau kuasanya tidak hadir dalam persidangan yang telah ditentukan dan mereka telah dipanggil secara patut atau perbaikan gugatan yang diajukan oleh pihak pengguagat telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan.
D. Susunan Isi Putusan
Dalam pasal 109 UU PTUN disebutkan Susunan isi putusan yaitu:
1. Kepala Putusan
Setiap putusan pengadialan haruslah mempunyai kepala putusan bagian atas putusan yang berbunyi “ demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Apabila tidak ada kalimat itu maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut.
2. Identitas para pihak
Suatu perkara atau gugatan harus ada suekurang-kurangnya dua pihak yaitu penggugat dan tergugat, lalu dimuat dimuat identitas diri.
3. Pertimbangan
Dalam hukum perdata suatau putusan pengadilan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang lazim, karena sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat mengapa ia mengambil putusan yang demikian itu sehingga dapat bernilai obyektif.
4. Amar
Mereupakan jawaban atas petitum dari gugatan sehinngga amar juga merupakan tanggapan atas petitum itu sendiri. Hakim wajib mengadili semua bagian dari tuntutan yang diajukan pihak pengguagat dan dilarang menjatuihkan purtusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut.
I]
E. Biaya Perkara
Seluruh biaya ditanggung oleh pihak yang dikalahkan kecuali menggunakan perkara biaya Cuma-Cuma dan mendapat persetujuan.
Biaya perkara mencakup:
1. Biaya kepaniteraan
2. Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa, dengan catatan meminta persetujuan lebih dari 5 orang saksi harus membayarnya meskipun pihak itu memengkannya.
3. Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan biaya lain atas perintah hakim ketua sidang.
F. Pelaksanaan Putusan (Eksekusi)
Dalam pasal 115 UU PTUN bahwa hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan., jadi putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap tidak memiliki kekuatan eksekusi.
BAB IX
Upaya-Upaya Hukum
A. Perlawanan
Perlawanan (verzet) merupakan upaya hukum terhadap penetapan yang diputuskan oleh ketua pengadilan dalam rapat permusyawaratan (prosedur dismissal). Perlawanan diajukan oleh penggugat terhadap penetapan dismissal tersebut pada dasarnya membantah alasan-alasan yang digunakan oleh ketua pengadilan.
Perlawanan diperiksa dan diputuskan oleh pengadilan dengan acara singkat. Dalam hala perlawanan dibenarkan oleh pengadilan maka penetapan ketua pengadilan tersebut diatas menjadi gugur demi hukum dan poko gugatanakan diperiksa, diputus, dan diselesaikan menurut acara biasa dan juga sebaliknya.
B. Banding
Dalam pasal 122 UU PTUN bahwahadap putusan PTUN dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat dan tergugat kepada PTTUN. Kedua belah pihak mempunyai hak untuk mengajukan banding.Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang khusus dikuasakan untuk PTUN yang menjatuhkan putusan dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan yang sah.
Menurut Sudikno Mertokusumo dalam tingkat bandingpun hakim tidak boleh mengabulkan lebih dari pada yang dituntut atau memutuskan hal-hal yang tidak dituntut. Berarti hakim dalam tingkat banding harus membiarkan putusan dalam tingkat peradilan pertama sepanjang tidak dibantah dalam tingkat banding (tantum devolutum quantum apellatum).
Putusan yang tidak dapat dimintakan upaya hukum banding adalah yaitu :
1. Penetapan ketua pengadilan TUN mengenai permohonan secara Cuma-Cuma
2. Penetapan dismissal dari ketua pengadilan TUN, upaya hukum dengan cara perlawanan.
3. Putusan PTUN terhadap Perlawanan yang diajukan penggugat atas penetapan dismissal pada pasal 62 ayat 6 UU PTUN tidak dapat diajukan banding
4. Putusan pengadilan mengenai gugatan perlawanan pihak ketiga sebelum pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan tetap (pasal 118 ayat 2 dan 62 dan 63 UU PTUN). Putusan PTUN sebagaiengadilan tingkat pertama yang sudah tidak dapat dilawan atau dimnintakan pemeriksaan banding lagi.
C. Kasasi
Kasasi diatur dalam pasal 131 UU PTUN. Pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputuskan oleh pengadilan di lingkungan peradilan agama atau di lingkungan PTUN. Tenggang waktu mengajukan kasasi 14 hari setelah putusan yang dimaksud diberitahu kepada pemohon. (UU nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dalam pasal 46 ayat 1).
Permohonan upaya hukum kasasi dapat diajukan dalam hal:
1. Upaya hukum kasasi belum pernah diajukan
2. Permohonan kasasi dapat dilakukan apabila telah melakukan upaya hukum banding.
3. Pihak yang dapat melakukan upaya hukum kasasi adalah pihak yang berperkara, pihak ketiga tidak boleh.
Mahkamah Agung membatalakan putusan atau penetapan pengadilan karena :
1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam.
Alasan diatas karena diketahui bahwa didalam tingkat kasasi tidak diperiksa tentang duduknya perkara atau faktanya tetapi tentang hukumnya sehingga terbukti tidaknya peristiwa tidak akan diperiksa.
D. Peninjauan Kembali
Pasal 132 UU PTUN tentang peninjauan kembali. Alasan-alasan mengajukan permohonan peninjauan kembali pada pasal 67 UUMA. Tenggang waktu mengajukan peninjauan kembali adalah 180 hari setelah keputusan pengadilan (pasal 69 UUMA).
Berdasarkan pasal 68 UUMA dapat diketahui bahwa yang dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali adalah para pihak yang berperkara atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Selama peninjauan kembali berlangsung pemohon meninggal dunia, permohonan itu dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.
NEGARA HUKUM DAN PERADILAN ADMINISTRASI
Tags